DARI MASJID INI ISLAM BERKEMBANG DI BALI

DARI MASJID INI ISLAM BERKEMBANG DI BALI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrLbUPW1YcnibMUCngfY7vzE7GaUfL-qNbFK_s-6dyxr5bCroxN7sOSuiV1vqQLZs5nybLVHN-kyZJQQOTc0OO5LNG1LsQCpSaREnfPaOLt81i4cbfUzOYUbrY3b2mkY1q97wD03dIM7Q/s72-c/masjidbali.jpg
DENPASAR - Bagi warga Muslim di Denpasar, Bali, Masjid Baiturrahmah di Kampung Jawa, sudah melekat. Bukan saja menjadi pusat kegiatan keagamaan dan syiar Islam, namun juga mencatat sejarah penting mulainya jalinan hubungan kerukunan dan toleransi antara umat Islam pendatang dengan umat Hindu di Pulau Dewata.

Tidak hanya itu, munculnya masjid bercat warna itu juga menjadi saksi penting bagaimana perjuangan para leluhur, pendahulu warga Jawa dan Madura saat menginjakkan kaki di Bali.

Jika warga luar melakukan perjalanan ke Bali, tepatnya di Denpasar, kini tidak perlu kesulitan untuk mencari masjid untuk salat atau sekadar beristirahat.

Bangunan masjid berlantai 3 itu bisa menjadi salah satu alternatif bagi Muslim untuk salat lima waktu. Lokasinya strategis di Jalan Ahmad Yani atau seputaran kota, juga berada di tengah pemukiman warga.

Masjid seluas 700 meter persegi itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika masyrakat setempat yang dihuni sebagian besar perantau asal Jawa dan Madura.

Menurut tokoh kampung Muslim Jawa, Muchtar Basyir, masjid berdiri seiring masuknya Islam di Pulau Dewata pada abad XVII semasa pemerintahan Raja Waturenggong. Umat Islam kala itu kesulitan untuk memiliki tempat ibadah.

Padahal jumlah umat Islam makin saat itu semakin bertambah. Para pendatang banyak bergelut di sektor bisnis dan perdagangan dengan sentra aktivitas di Pasar Badung di Jalan Gajah Mada. Tak jarang warga menunaikan salat lima waktu di sekitar bangunan pasar dengan kondisi seadanya.

”Hingga suatu kali sekira tahun 1890-an, umat Islam ditawari oleh penguasa pemerintahan saat itu untuk menempati sebuah areal di sekitar kampung tangsi asrama militer Belanda,” jelas Basyir kepada Okezone.

Dahulu tempat tersebut dikenal cukup angker karena bekas hutan belantara yang dikenal dengan hutan Wanasari. Di lokasi itu terdapat bangunan tempat ibadah kecil umat Hindu atau pelinggih.

Salah satu lokasi yang juga berada di sekitar masjid kecil ialah kuburan warga Muslim yang konon mulai dipergunakan sejak 1926.

Sebelum berdiri seperti sekarang, bentuk fisiknya masih kecil atau dikenal sebagai musala berdinding bambu dan beratapkan ilalang. Dalam perkembangannya, musala itu tidak lagi mampu menampung jamaah yang kian bertambah, sehingga kondisi itu menjadi perhatian pemerintahan saat itu di bawah Raja Pemecutan.

Atas kebaikan pemerintah kerajaan, diberikanlah tanah lebih luas lagi di sekitarnya untuk dibangun tempat ibadah lebih besar, termasuk kesediaan warga Hindu yang merelakan tempat pelinggih mereka dipindah.

”Ini berkat kebaikan dan toleransi saudara-saudara umat Hindu saat itu,”kata Basyir yang kini pengurus pemakaman kampung Jawa. Saat ini, warga Muslim yang mendiami Kampung Jawa di Desa Wanasari, Kecamatan Denpasar Barat, mencapai 400 KK atau sekira 7.000 jiwa lebih.

Kampung Jawa yang terdiri dari 8 RT, juga dihuni warga asal Kabupaten Karangasem yang bermigrasi ke Denpasar pascaletusan Gunung Agung pada 1963 lalu.

Potret toleransi antar-umat beragama telah ditunjukkan para leluhur. Bahkan, Pahlawan Revolusi, Ahmad Yani, dikenal berteman baik dengan Pahlawan Bali, I Gusti Ngurah Rai,

Konon, istilah kampung Jawa dikenal karena saat itu didiami oleh para laskar atau pasukan tentara asal Jawa saat berjuang melawan kolonial Belanda.

Hidup berdampingan dengan nonMuslim sudah berlangsung cukup lama hingga sekarang. Ada istilah "saling seluk" di mana Muslim juga terlibat dalam kegiatan sosial di banjar dan sebaliknya.

Demikian juga dikenal tradisi "ngejot" atau saling bersilaturahim dan memberi bingkisan makanan saat hari raya keagamaan antara umat Hindu dan Muslim.

Kini, dengan populasi penduduk yang terus meningkat, meski bangunan masjid sudah besar dan berlantai 3, namun tetap tidak mampu lagi menampung ribuan jamaah, terutama saat salat Jumat atau hari raya.

”Kami telah memikirkan untuk memperluas bangunan masjid sehingga bisa lebih banyak lagi menampung jamaah,” kata Syamsul Qodir, Wakil Ketua Yayasan Baiturrahmah.

Dalam perkembangannya, masjid ini mengalami beberapa kali renovasi dan terakhir pada 1 November 1992 diresmikan oleh Kapolda Nusra, Mayjend Mochamad Hindarto.

Sebenarnya, sejak 2007 lalu, pengurus takmir telah memikirkan untuk memperluas masjid. Setelah mendapat dukungan dari semua pihak, akhirnya diputuskan memperlebar bangunan masjid yang diharapkan bisa dimulai pengerjaannya tahun ini.(ton)

http://ramadan.okezone.com/read/2012/08/17/427/679109/redirect

Related product you might see:

Share this product :

Posting Komentar

 
Support : BuatblogMasAdi
Copyright © 2011. Shop Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by MasAdi
Proudly powered by Blogger